Langsung ke konten utama

IMBAS PANDEMI BAGI PENDIDIKAN DI SEKOLAH DASAR (Sebuah Catatan Kecil seorang Guru Amatir)



Pandemi Covid19 yang terjadi hampir di seluruh penjuru dunia memberikan dampak yang signifikan di berbagai sektor. Tidak terkecuali dalam dunia pendidikan. Hal ini harusnya turut menjadi perhatian utama di seluruh dunia selain dampak ekonomi global yang pasti turut terguncang. Mampukah dunia pendidikan bertahan dan dapat ikut menyesuaikan diri dalam balutan dilematis efek kebijakan selama pandemi? Akankah praktisi, guru, peserta didik, dan orangtua sebagai pelaku utama pendidikan dapat beradaptasi dengan “new normal pendidikan”? Sudahkah pendidikan mendapat perhatian yang cukup? Bagaimana efek pandemi bagi aspek pendidikan khususnya pendidikan dasar?
Sejak pertengahan Maret 2020, pemerintah telah melarang kegiatan pembelajaran tatap muka seiring perkembangan Covid19 di Indonesia yang semakin meluas. Setelah ditemukannya beberapa kasus positif di berbagai daerah, pemerintah mulai concern untuk melindungi masyarakat dengan berbagai cara termasuk menutup sekolah dan fasum kecuali Rumah Sakit dan sektor penting lainnya. Hal ini terbilang cukup mendadak, sehingga guru dan peserta didik harus beradaptasi dengan cepat karena situasi skenario kegiatan Belajar Dirumah.
Keputusan pemerintah memberlakukan Belajar Dari Rumah (BDR) menuai berbagai kontroversi bagi para pelaku pendidikan. Dari sisi guru, peserta didik, orangtua, bahkan masyarakat umum pemerhati pendidikan, turut memberikan komentar. Pro dan kontra mengiringi perjalanan kegiatan BDR atau lebih banyak dikenal juga dengan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Bagi guru sebagai pelaku utama, kegiatan ini tentunya membuat beban kerja semakin berat. Terutama guru pendidikan dasar. Guru dituntut memberikan materi secara daring kepada anak – anak didiknya. Sementara, alat komunikasi menjadi kendala utama. Tidak semua anak memiliki akses komunikasi yang memadai atau akses internet yang mendukung kegiatan PJJ. Hal ini membuat kreatifitas guru dalam memberikan materi dan kegiatan selama PJJ menjadi terbatas. Keterbatasan ini nampaknya menjadi boomerang bagi guru. Guru dianggap “makan gaji buta”, Karena tidak mengajar hanya memberi tugas tetapi tetap digaji. Pemikiran ini mungkin dampak dari kurang mampunya orangtua membimbing anak – anaknya belajar di rumah. Selama ini mereka pasrah sepenuhnya kepada sekolah tentang pendidikan anak – anaknya. Apakah ini benar?
Kodrat orangtua adalah mengajar, mendidik, membimbing, melindungi anak – anaknya untuk dipertanggungjawabkan di akhirat nanti. Jadi mendidik anak juga adalah kewajiban utama orangtua. Dampak Covid19 ini sebenarnya juga mengembalikan kodrat orangtua sebagai guru utama bagi anaknya di rumah. Namun, belum banyak orangtua yang memahami dan justru menganggap ini sebagai beban tambahan bagi mereka. Hal ini terbukti dengan banyaknya keluhan dari orangtua tentang lamanya kegiatan PJJ ini berlangsung, banyaknya “curhat” anak – anak yang mengaku lebih senang belajar dengan guru daripada dengan orangtua terutama mama nya, dan masih banyak lagi. Jadi, ada apa dengan hubungan orangtua – anak selama ini? Yang nampaknya baik – baik saja, ternyata selama PJJ nampak renggangnya. Disinilah orangtua dan anak harusnya memiliki waktu untuk memperbaiki hubungan, mendekatkan kembali ikatan, mengembalikan kodrat.
Di tingkat Sekolah Dasar, peserta didik masih mengandalkan orangtua dalam hal penggunaan alat komunikasi. Masih mengandalkan orangtua untuk memberikan penjelasan tentang tugas atau materi yang tidak dimengerti. Sehingga komunikasi antara guru dan orangtua pun juga penting adanya. Karena adanya PJJ terjalinlah ikatan yang lebih kuat antara guru dan orangtua yang mengerti keadaan saat ini. Namun yang tidak, Huwallahualam. Tingkat pendidikan orangtua juga menentukan bahasa yang harus dipilih guru dalam memberikan penjelasan secara pribadi. Agar orangtua dapat memahami dan menjelaskan kepada putra/i mereka dengan benar.
Jaringan dan kuota juga menjadi satu diantara banyak hal yang menjadi alasan kurang optimalnya kegiatan PJJ. Baik dari guru maupun orangtua dan peserta didik. Kemampuan ekonomi setiap peserta didik yang beragam, bahkan banyak yang terdampak Covid menjadikan orangtua semakin “stress” jika dituntut pula untuk selalu sedia kuota internet untuk kegiatan PJJ. Guru pun demikian. Kegiatan Work From Home bukan menjadi hal yang mudah. Guru harus menyediakan kuota lebih, waktu lebih, konsentrasi lebih, untuk bekerja bahkan hampir 24 jam. Menunggu tugas peserta didik hingga malam hari karena mereka menunggu orangtuanya pulang bekerja, menyiapkan materi online untuk satu minggu ke depan serta untuk hari esok dan berikutnya. Belum lagi tugas rumah tangga dan tugas lainnya yang menjadi bertambah jika berada di rumah. Menjawab WA orangtua tentang anak – anak mereka, juga sering tentang “curhat” an mereka. Berat, namun tanggung jawab itu telah terlanjur melekat.
Bagi guru sekolah dasar, kegiatan PJJ menjadi tantangan tersendiri. Tidak mudah merancang pembelajaran yang dapat diakses oleh seluruh peserta didik. Tidak mudah pula membangun komunikasi yang baik dengan orangtua dan peserta didik setiap waktu. Namun, keinginan untuk memberikan yang terbaik, selalu menghasilkan berbagai macam ide untuk dilaksanakan. Setiap saat selalu ada perubahan, perbaikan, perkembangan. Gurupun terus belajar dan memperkaya diri dengan berbagai kemampuan seiring berkembangnya teknologi. Walaupun oleh pemerintah tidak dituntut untuk menyelesaikan kurikulum, tetapi hati setiap guru pasti ingin anak didiknya mendapat ilmu yang sama dengan pada saat mereka belajar normal sebagai bekal mereka menghadapi dunia.
Kegiatan PJJ yang masih akan terus berlangsung mestinya menjadi perhatian khusus. Bagaimanapun, pendidikan juga merupakan sektor penting, cikal dari para ilmuan hebat. Ilmu pengetahuan memang mudah dan bisa didapat dari manapun, namun kontrol aktifitas tetap harus dijaga oleh guru. Menjelaskan pemahaman yang keliru, meluruskan persepsi peserta didik atas pengetahuan yang didapatnya, serta menanamkan nilai moral dan karakter baik bagi peserta didik tetap harus dipegang kendalinya oleh guru sebagai partner orangtua selama kegiatan PJJ.
Semoga pandemi ini segera berakhir, karena bertemu peserta didik di sekolah dan berkomunikasi dengan mereka adalah marwah pendidikan dan obat lelah bagi para guru.

Oleh: Yani Purbaningrum, S.Pd
NIP. 199101012019032016
SDN 223 BHAKTI WINAYA KOTA BANDUNG

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Memutuskan, Memetakan, Eksekusi (Sebuah Catatan Refleksi)

Memutuskan, Memetakan, Eksekusi MME Program Berdampak pada Murid “KERAPU” (Kerjasama Regu dalam Permainan Seru) Oleh: Yani Purbaningrum, S.Pd   Being a leader is not easy. Kiranya kata – kata tersebut memang tepat menjadi sebuah kesimpulan, setelah saya mengikuti program pendidikan guru penggerak selama hampir tujuh bulan ini. Materi demi materi yang diberikan mengubah cara berpikir, memberikan insight baru, serta mengubah arah gerak dalam bertindak ke sebuah tujuan dan pengalaman yang lebih baik dan berpihak pada murid. Termasuk, modul tentang kepemimpinan yang menjadi puncak pembelajaran Pendidikan Guru Penggerak yaitu modul 3.1 hingga 3.3. Pengalaman yang luar biasa telah didapatkan dari melakukan aksi nyata sesuai dengan arahan dan isi materi yang ada dalam modul pengambilan keputusan sebagai pemimpin pembelajar, pemimpin dalam pengelolaan sumber daya, serta penyusunan program yang berdampak pada murid. Sebuah aksi nyata telah dilakukan dalam proses pembelajaran modu

GURU PENGGERAK EPISODE 1

  ARTIKEL TAK MUDAH TAPI BUKAN BERARTI MUSTAHIL (AKSI NYATA BUDAYA POSITIF DALAM PROGRAM GURU PENGGERAK) (Oleh: Yani Purbaningrum, S.Pd) CGP Angkatan 4 Kota Bandung   Program Guru Penggerak yang dibuat oleh pemerintah tentunya mempunyai tujuan yang mulia. Guru sebagai target diharapkan dapat menerapkan apa yang telah dipelajarinya di pendidikan dalam aksi nyata di sekolah atau lingkungan masing – masing. Melakukan perubahan – perubahan sederhana dari lingkup yang paling kecil secara konsisten agar berdampak ke perubahan besar berikutnya. Diharapkan para guru penggerak ini menjadi agen transformasi dunia pendidikan di Indonesia dengan segala problematika di dalamnya. Mengikuti Program Guru Penggerak dilakukan secara sadar karena keinginan dan harapan akan bergeraknya pendidikan kearah yang lebih baik. Materi – materi yang terdapat di dalamnya, seolah membuka kembali pikiran para guru tentang apa dan bagaimana harus melayani murid serta mempersiapkannya menjadi penerus bang