ARTIKEL
TAK MUDAH TAPI BUKAN BERARTI MUSTAHIL
(AKSI NYATA BUDAYA POSITIF DALAM PROGRAM GURU PENGGERAK)
(Oleh: Yani Purbaningrum, S.Pd)
CGP Angkatan 4 Kota Bandung
Program
Guru Penggerak yang dibuat oleh pemerintah tentunya mempunyai tujuan yang
mulia. Guru sebagai target diharapkan dapat menerapkan apa yang telah
dipelajarinya di pendidikan dalam aksi nyata di sekolah atau lingkungan masing
– masing. Melakukan perubahan – perubahan sederhana dari lingkup yang paling
kecil secara konsisten agar berdampak ke perubahan besar berikutnya. Diharapkan
para guru penggerak ini menjadi agen transformasi dunia pendidikan di Indonesia
dengan segala problematika di dalamnya.
Mengikuti
Program Guru Penggerak dilakukan secara sadar karena keinginan dan harapan akan
bergeraknya pendidikan kearah yang lebih baik. Materi – materi yang terdapat di
dalamnya, seolah membuka kembali pikiran para guru tentang apa dan bagaimana
harus melayani murid serta mempersiapkannya menjadi penerus bangsa yang mampu
memberikan dampak positif bagi negara. Calon Guru Penggerak “digembleng” dengan
materi – materi dasar kepemimpinan pembelajaran yang harus dan akan membuatnya
mampu menciptakan suasana pembelajaran yang berfokus pada “Kebahagiaan Murid”.
Efek
corona virus disease memberi dampak yang luar biasa bagi dunia pendidikan.
Banyak pihak mengklaim bahwa akan terjadi lost generation akibat pandemic yang
belum juga nampak akhirnya ini. Kerja keras para guru banyak dipertanyakan,
muatan pembelajaran banyak tertinggalkan, anak – anak seperti keluar dari
“discipline area” karena tidak lagi berangkat ke sekolah, kurangnya kejujuran
anak karena dimanjakan dengan teknologi, sulitnya guru melakukan pengukuran kemampuan
atau bahkan hanya sekedar ingin mengetahui bakat dan minat anak. Entah akan
seperti apa anak – anak ini hidup di kemudian hari, tapi disinilah Guru
Penggerak diharapkan dapat hadir. Untuk memberikan warna baru di tengah ketidak
pastian zona pendidikan.
Melakukan
aksi nyata dalam situasi yang tidak menentu, memberi tantangan tersendiri bagi
saya sebagai Calon Guru Penggerak. Anak – anak dengan segala keunikannya,
orangtua dengan segala problemnya, guru dengan segala kesibukannya, harus bisa
menjalin komunikasi yang baik demi tercapainya visi terbaik untuk anak.
Modul
1.1. yang mengulik tentang Filosofi Ki Hajar Dewantara mengubah paradigma saya
tentang “murid”. Kita tidak bisa menyamaratakan kemampuan mereka, karena
keunikannya harus dihargai. Memaksakan mereka semua mendapat nilai tinggi dalam
mata pelajaran tertentu pun ternyata berdampak tidak baik bagi pribadi yang
murni itu. Maka, disinilah kita melihat mereka sebagai “manusia” yang punya
cipta, rasa, karsa, dan membutuhkan cinta untuk berkembang dalam dunianya. Saya
mencoba memahami dan memandang murid dengan cara pandang yang berbeda. Membantu
mereka melihat ke dalam dirinya. Melakukan diskusi – diskusi panjang tentang
hidup dan kehidupan. Memberikan video – video motivasi agar pandangan mereka tidak
sebatas satu sisi. Banyak dari mereka yang belum tahu, apa kelebihan dan
kekurangan dalam dirinya. Banyak dari mereka yang masih takut untuk bicara.
Disinilah saya mencoba mengambil peran. Menjadi pendengar yang bisa menampung
segala curahan hati mereka, pertanyaan mereka, keingintahuan mereka, mencoba
meluruskan cara pandang yang keliru tentang mimpi dan impian.
Gambar 1.1
Dokumentasi
Aksi Nyata Filosofi Ki Hajar Dewantara
Modul
1.2. tentang Nilai dan Peran Guru Penggerak melatih saya untuk terus berkembang
dan memperbaiki diri karena banyaknya kekurangan yang saya miliki. Refleksi dan
introspeksi selalu dilakukan agar menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Sikap –
sikap ini pula yang saya kenalkan pada murid. Bagaimana anak – anak mengambil
peran dalam kehidupannya juga menjadi bahan pembicaraan di kelas. Mereka harus
bisa menjadi pemimpin, setidaknya untuk dirinya sendiri. Maka terciptalah tugas
– tugas mandiri yang melatih mereka untuk berkreasi, percaya diri, tanggung
jawab, dan mandiri. Kegiatan pembiasaan setiap pagi, proyek – proyek individu
dan kelompok, presentasi dan diskusi, menjadi hal yang cukup sering dilakukan
di kelas. Mereka berlatih untuk menghargai setiap orang dengan perannya masing
– masing. Saya harap, mereka menjadi orang yang berkarakter baik. Paling tidak,
mempunyai nilai – nilai kebajikan sesuai Profil Pelajar Pancasila. Saya
berlatih menjadi pemimpin pembelajaran yang memiliki nilai – nilai guru
penggerak. Menyemangati anak – anak untuk berani berinisiatif, kreatif, dan
percaya diri. Bukan hal mudah untuk selalu bisa memberi contoh yang baik kepada
anak – anak, tapi semaksimal mungkin, anak – anak harus mau berusaha menjadi
versi terbaik dari dirinya.
Gambar 1.2
Dokumentasi
Nilai dan Peran Guru Penggerak
Modul
1.3. tentang Visi Guru Penggerak memotivasi saya untuk mempunyai target setiap
harinya. Apa yang harus saya lakukan, kapan, dimana, bagaimana saya
mencapainya, membuat saya terus berpikir agar tidak terlena dalam zona nyaman.
Melihat keunikan anak – anak murid sebagai kekuatan juga menjadi tantangan
tersendiri. Ketercapaian visi ini tentunya tidak bisa saya lakukan sendiri.
Anak – anak sebagai subjek pembelajar memiliki peran penting untuk terwujudnya
visi yang telah disepakati bersama. Srategi Inquiry Apresiatif dengan terus
mencari dan menggali kekuatan dan aset di sekitar, saya lakukan bertahap dengan
bantuan berbagai pihak termasuk rekan sejawat. Visi diri sendiri, visi kelas,
menjadi acuan dalam mendesign kegiatan pembelajaran. Tidak mudah, tapi patut
untuk diperjuangkan.
Gambar 1.3
Dokumentasi
Visi Guru Penggerak
Modul
1.4. Budaya Positif merupakan akhir dari rangkaian koneksi modul 1. Berpusat
pada murid, guru yang menuntun bukan menuntut, kodrat alam dan kodrat zaman,
nilai – nilai dan peran guru, visi guru, semua di eksekusi dalam menciptakan
budaya positif di sekolah. Modul ini menyadarkan saya bahwa hukuman tidak
selalu menjadikan anak menjadi disiplin, begitu pula dengan penghargaan. Hal
penting yang diharapkan dimiliki oleh semua orang adalah melakukan hal baik,
karakter baik, memiliki nilai – nilai kebajikan berdasarkan motivasi internal
masing – masing anak. Muncullah alasan mengapa anak melakukan suatu perbuatan
yang menurut kita kurang baik. Bagaimana ita tertampar pada kenyataan bahwa
selama ini mayoritas guru masih berada pada level pembuat orang merasa bersalah
atau teman. Harapannya, semua guru memiliki “insight” yang sama bahwa mereka
adalah seorang manager, yang harus memberikan motivasi pada murid untuk
memiliki nilai yang baik sepanjang hayat mereka. Anak sendiri yang memutuskan,
anak sendiri yang melakukan dan menanamkan pada dirinya.
Mencoba
menyusun keyakinan kelas di awal pembelajaran saya harap dapat membuat anak –
anak memiliki koridor sikap baik yang harus dimiliki. Mereka sesungguhnya
memiliki sikap yang baik. Hanya, lingkungan mereka tidak membiarkan hal baik
itu berkembang. Keyakinan kelas yang telah disusun dan disepakati bersama
menjadi pengingat baru bagi mereka. Perlahan, setiap anak harus memiliki
motivasi internal dan mampu membedakan yang baik dan yang buruk bagi
kehidupannya.
Melakukan
praktik Segitiga Restitusi untuk anak yang “luar biasa” menjadi cerita
tersendiri bagi saya. Menemukan seorang anak yang pintar bicara dan diluar
kendali. Saya meminta nya menceritakan kegiatan sehati – harinya, kegiatan
orangtuanya dan lain – lain. Mencoba membuat pertanyaan – pertanyaan sehingga
anak mau bercerita dan dia bisa memutuskan sendiri apa yang harus dan tidak
harus dia lakukan. Hal ini tidak mungkin dilakukan dalam 1 atau 2 hari, tapi
fenomena gunung es dalam menumbuhkan karakternya memang sangat rumit. Kita
tidak akan pernah tahu seberapa besar usaha guru dan orangtua dalam menumbuhkan
sikap baik dan budaya positif pada anak. Efek dari kegiatan yang saya lakukan,
anak menjadi lebih terbuka dan mau berkomunikasi dengan baik untuk
mempersiapkan masa depannya walaupun hingga saat ini tidak mengumpulkan tugas.
Melakukan
berbagai praktik baik memang tak mudah, tapi bukan berarti mustahil. Kita hanya
perlu mempersiapkan waktu khusus untuk merancang, mengeksekusi, dan merefleksi
tindakan kita selama ini di sekolah. Budaya positif yang dirancang guru untuk
dimiliki murid juga harus di laksanakan dengan serius bagi anak, karena anak –
anak akan memiliki karakter baik jika ada teman – teman yang mau bersama – sama
melakukan hal baik atau dia masuk ke dalam komunitas positif. Kegiatan
pembiasaan di sekolah, dilakukan pula di rumah. Orangtua dan Guru serta
lingkungan sebaiknya saling bekerjasama untuk mendidik anak – anak menjadi
generasi penerus yang berkarakter baik.
Gambar 1.4
Dokumentasi
Aksi Nyata Budaya Positif
“Tergerak, bergerak,
menggerakkan. Melayani dengan hati untuk melatih setiap hati”
Mantap Sis! Teruslah bergerak dan menggerakkan....
BalasHapusIya Luar biasa,,
BalasHapus